PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kurikulum memiliki
peranan yang penting dalam dunia pendidikan.Pendidikan takkan lepas dari
kurikulum, karena kurikulum mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan
dari pendidikan itu sendiri.Oleh karena itu, besar pengaruh kurikulum terhadap
hasil pendidikan.Hasil pendidikan yang baik tentu berasal dari kurikulum yang baik pula. Kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang mendukung tercapainya tujuan dan hasil pendidikan
yang maksimal yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pendidikan merupakan hal yang paling
penting pada suatu bangsa, karena melalui pendidikan akan dihasilkan generasi
penerus bangsa yang mana akan menentukan nasib bangsa itu sendiri di masa yang
akan datang. Generasi penerus bangsa yang baik tentu dihasilkan dari pendidikan
yang baik pula pada bangsa itu sendiri.Oleh karena itu, diperlukan kurikulum
yang baik dan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut sebagai jalan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun, seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu tentu
berpengaruh terhadap pendidikan dalam suatu bangsa, karena pendidikan harus
disesuaikan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu,
kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini
berarti bahwa, kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar
sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentunya
juga penyesuaian tersebut harus sesuai dengan cita-cita bangsa itu sendiri. Dalam mengembangkan
kurikulum tentu tidak sembarangan, harus melalui tahapan-tahapan tertentu
dengan berpedoman pada landasan-landasan pengembangan kurikulum, melalui pendekatan
dan model pengembangan kurikulum. Pada makalah ini, kami dari kelompok 2 selaku
penulis akan membahas mengenai landasan dan pendekatan pengembangan kurikulum.
B. Rumusan
Masalah
Apa pengertian kurikulum?
Apa pengertian kurikulum?
- Apa itu pengembangan kurikulum?
- Apa saja landasan pengembangan kurikulum?
- Apa saja pendekatan pengembangan kurikulum?
- Apa saja model pengembangan kurikulum?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui apa pengertian kurikulum.
- Untuk mengetahui apa itu pengembangan kurikulum.
- Untuk mengetahui apa saja landasan pengembangan kurikulum.
- Untuk mengetahui apa saja pendekatan pengembangan kurikulum.
- Untuk mengetahui apa saja model pengembangan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurukulum
- Tyler (1945)
Pandangan klasik dalam
penyusunan kurukulum yang masih digunakan sampai saat ini adalah rasional Tyler
(1945) yang mengemukakan pertanyaan sebab akibat yang meliputi:
1.
Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai di sekolah?
2.
Pengalaman pendidikan apakah yang dapat disediakan untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut?
3.
Bagaimana pengalaman pendidikan ini dapat dikelola secara
efektif?
4.
Bagaimana kita dapat menentukan bahwa tujuan pendidikan
ini telah dicapai?
(Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction
1945)
Pemikiran Tyler ini
sangat linear dan udah diikuti. Tujuan sangat di pentingkan dalam penyusunan
kurikulum. Dengan menentukan tujuan akan mudah bagi siapa pun untuk dapat
melaksanakan perwujudan tujuan tersebut dan kemudian melakukan penilaian sejauh
mana tujuan tersebut telah dicapai.
Apabila tujuan telah di
tentukan, kemudian di pertanyakan bagaimana pengalaman pengalaman belajar di
rancang agar dapat dilaksanakan. Tentu dalam melaksanakan pengalaman belajar
perlu pula dilakukan pengelolaan atau pengaturan kegiatan belajarnya agar dapat
lebih efektif. Selanjutnya kegiatan penilaian pun sangat dipentingkan dalam
pemikiran Tyler. Penilaian dapat langsung memperbaiki tujuan pembelajaran atau
secara bertahap menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran, rancangan pengalaman
belajar, untuk kemudian menyempurnakan tujuan kurikulum.
- Hilda Taba (1962)
Kurikulum memuat:
1.
Pernyataan tujuan,
2.
Menunjukan pemilihan dan pengorganisasian substansi,
memanifestasikan pola belajar mengajar, serta
3.
Memuat program penilaian hasil belajar
Menurut taba (1962)
kurukulum, pembelajaran, dan pengembangan kepribadian tidak dapat diwujudkan
secara linear seperti pencapaian tujuan yang ditentukan oleh yang berwenang.
- Schubert (1986)
Menurut Schubert
(1986)pemahaman tentang kurikulum merentang dari pemahaman sederhana kurikulum
sebagai mata pelajaran, ke kurikulum sebagai kecakapan hidup.
Kurikulum sebagai mata
pelajaran merupakan pemahaman yang menghubungkan kurikulum dengan daftar mata
pelajaran yang di ajarkan. Kurikulum sebagai progam kegiatan yang direncanakan
artinya perencanaan ruang lingkup, urutan, keseimbangan mata pelajaran,tekhnik
mengajar, cara-cara memotivasi siswa, dan hal-hal yang dapat direncanakan
sebelumnya dalam pembelajaran.
Kurikulum sebagai hasil
belajar yang bertujuan untuk
memberikan fokus hasil belajar yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kurikulum sebagai reproduksi
kebudayaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimana
pemerintah menuntut para pendidik untuk membangun generasi yang mempunyai peradaban dan martabat
yang tinggi,bertahan, berdaya saing,serta
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Kurikulum sebagai tugas
dan konsep, atau merupakan agenda untuk rekonstruksi sosial, dan merupakan
interpretasi kecakapan hidup dijelaskan oleh Schubert (1986) dalam
bukuya Curriculum, Prespective, Paradigm, and Possibility
- Ornstein dan Hunkins
(1988)
Mereka menekankan
pentingnya mencermati pendekatan kurikulum sebagai suatu sistem yang menyeluruh
yang meliputi filosofi, teori, dan pelaksanaannya. Sistem ini mencakup sistem
behavioral rasional, manajerial, intelektual-akademik, humanistik-estetik, dan ekonseptualisasi.
- Layton (1989)
Menurut Layton (1989)
kurikulum dipengaruhi sistem sosial politik, ekonomi, rasional, tekhnologi,
moral, keagamaan, dan sistem keindahan.
- Cornbleth (1990)
Cornbleth (1990)
menekankan pentingnya pendekatan kontekstual yang berpengaruh pada proses
interaksi antar peserta didik, guru, pengetahuan, dan lingkungan.
- Zais (1976)
Kata “kurikulum” berasal
dari satu kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional,
kurikulum disekolah di sajikan seperti itu (ibarat jalan)bagi kebanyakan orang.
Dengan demikian,
kurikulum merupakan sebuah progam kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, serta membangun peserta didik yang mampu
berdaya saing tinggi dan dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman.
B. Pengembangan
Kurikulum
Mengenai pengembangan kurikulum,
Oliva (1992: 26) menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitan dengan perubahan dan
perbaikan pada kurikulum yang meliputi tahap
permulaan, penerapan dan tahap evaluasi. Masih menurut Oliva,
peningkatan kurikulum lebih mengacu pada hasil dari pengembangan kurikulum.
Tahapan-tahapan pengembangan kurikulum sebagaimana dijelaskan oleh Oliva (1992:
26) adalah sebagai berikut:
1.
Tahap perencanaan.
Langkah awal dalam pengembangan kurikulum ini diisi dengan tahapan berpikir,
pengambilan keputusan dan pengambilan langkah tindakan.
2.
Tahap penerapan.
Tahapan ini merupakan pelaksanaan atau tindakan, yakni mengenai bagaimana
kurikulum itu harus disampaikan kepada sasaran atau siswa.
3.
Tahap evaluasi. Langkah
akhir dalam pengembangan kurikulum ini mengandung pelaksanaan berupa menilai
dan melihat keberhasilan pengembangan kurikukum terhadap siswa. Atas hasil
penilaian dan pengamatan itulah diputuskan perlu atau tidaknya melakukan
revisi.
C.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan
pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai, tradisi, kepercayaan dan kekuatan
lain yang berpengaruh terhadap bentuk dan kualitas pendidikan yang akan
diberikan sekolah kepada peserta didik. Landasan tersebut dapat berupa
filosofis, psikologis, sosiologisdan historis. Keempat landasan tersebut memuat
ide-ide, tingkah laku, prinsip, kepercayaan dan kekuatan lain yang
mempengaruhi, dan bahkan menentukan materi atau pengalaman belajar, serta
organisasi kurikulum sekolah. Berikut landasan pengembangan kurikulum:
1.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis memberikan arah
pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan
hidup orang, masayarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pendidikan,
pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang
dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan diselenggarakan melalui
pendidikan(dalam arti seluas-luasnya) (Raka Joni, 1983:6). Segala kehendak yang
dimilki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada
pendidikan.Dengan demikian, pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat
merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa
filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis
penyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu
studi tentang hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai,
hakikat nilai kebaikan, hakikat
keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1998:13). Oleh karena itu, landasan
filosofis pengembangan kurikulum adalah habitat realitas, ilmu pengetahuan,
sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam
masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan
kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan sistem pendidikan yang
lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda
dengan lembaga yang lain. Perbedaan tersebut sangat terasa dalam masyarakat
yang majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum di Indonesia
secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah
dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni Pancasila,
Pandangan hidup orang dan bangsa
Indonesia adalah Pancasila.Oleh karena itu, sistem nilai yang harus dipegang
oleh seluruh jenis dan jenjang sekolah Indonesia adalah Pancasila. Karena itu,
kaidah dan norma sosial yang melandasi kurikulum sekolah adalah Pancasila.
Sekolah di Indonesia haruslah
diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang Pancasilais. Untuk itu, guru
harus menjabarkan kurikulum menjadi rencana pelaksanaan kurikulum dalam proses
belajar sesuai dengan nilai-nilai kehidupan Pancasila. Mengajar, belajar dan
kurikulum saling berkaitan dalam pekerjaan seorang guru.Kesemua itu harus
mengacu pada Pancasila.Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam filsafat negara kita sehingga setiap keputusan
yang dibuatnya dalam melakukan tugas mengajarnya harus sesuai dengan filsafat
bangsa kita.Sedangkan keputusan-keputusan yang dikaitkan dengan metode mengajar
seperti materi, organisasi materi dan pengalaman belajar serta sistem
evaluasinya diwarnai oleh filsafat pendidikan yang dianutnya, selagi semua itu
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
2.
Landasan Psikologis
Landasan psikologis berkaitan dengan
cara peserta didik belajar dan faktor apa yang dapat menghambat kemajuan
belajar mereka. Selain itu, psikologi memberikan landasan berpikir tentang
hakikat proses belajar dan mengajar dan tingkat-tingkat pengembangan peserta
didik. Dengan demikian, psikologi memberikan landasan kepada guru untuk
memahami teori dan prinsip belajar, serta teori dan prinsip mengenai proses
belajar pada berbagai tingkat perkembangan kehidupan peseta didik. Dengan
perkataan lain, psikologi memberikan pemahaman tentang bagaimana manusia
belajar, dalam kondisi apa proses belajar berlangsung, faktor apa yang dapat menghambat
kemajuan belajar peserta didik, serta faktor apa yang mendorong mereka belajar.
Kurikulum pada dasarnya disusun agar
peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kurikulum pada dasarnya
disusun dengan memperhatikan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar sesuai
dengan tingkat perkembangan psikologis peserta didik yang bersangkutan akan
menghasilkan kurikulum yang efektif. Ini berarti bahwa kurikulum dan pengajaran
yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan peserta didik sebagai peserta utama
dalam proses belajar-mengajar akan lebih meningkatkan keberhasilan kurikulum
daripada kurikulum yang mengabaikan faktor psikologis peserta didik.
3.
Landasan
Sosial-Budaya-Agama
Realitas sosial-budaya-agama yang
ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk
digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu
kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda (Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983 : 5). Masyarakat
sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh terhadap
individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada taraf-taraf
tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 : 5).
Kebersamaan individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh
nilai-nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi di antara
mereka.Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati oleh
individu-individu dalam nilai sosial budaya.Nilai-nilai keagamaan berhubungan
erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang
mereka anut. Oleh karena nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan,
maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan
kepercayaanya (Raka Joni, 1983 : 5). Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber
pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan,
melestarikan dan melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian,
apabila terdapat nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau tidak
bersesuaian dengan akalnya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai
sosial-budaya lebih bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai
keagamaan.Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan, pelestarian, atau
penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama, maka masyarakat
memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.Jelas kiranya bagi
kita, mengapa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai
sosial-budaya-agama.
4.
Landasan Historis
Landasan historis berkaitan dengan
formulasi program-program sekolah pada eaktu lampau yang masih hidup sampai
sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson,
1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu sat tertentu
diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang
telah dilakukan dan apa yang telah dicapai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu
pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang ada sekarang waktu
mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan
sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa
depan.
5.
Landasan Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Seni
Pendidikan merupakan usaha penyiapan
subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang
semakin pesat (Raka Joni, 1983 : 25). Perubahan masyarakat mencakup nilai yang
disepakati oleh masyarakat tersebut.Sedangkan seluruh nilai yang telah
disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena
itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas
tinggi (Zais, 1976 : 157). Namun demikian, menurut Daoed Joesoef (1982 dalam
Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat
untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu pikiran (logika),
perasaan (estetika) dan kemauan (etika). Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber
pada perasaan atau estetika.Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan
siswa menghadapi perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka
pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuann, teknologi dan
seni.Nana Sy. Sukmadinata (1998 : 82) menggunakan bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi atau materi
pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan
untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi
sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Selain itu,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni juga dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah pendidikan.
6.
Landasan Kebutuhan
Masyarakat
Adanya falsafah hidup, perubahan
ipteks dalam suatu masyarakat akan merubah pula kebutuhan masyarakat. Selain
itu, kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi dari masyarakat itu
sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Raka Joni (1998 : 7) bahwa
masyarakat modern dan masyarakat tradisional berbeda, juga masyarakat kota
berbeda dengan masyarakat pedesaan. Adanya perbedaan antara masyarakat satu
dengan yang masyarakat yang lain sebagian besar disebabkan oleh kualitas
individu-individu anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain, kebutuhan
masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu anggota
masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada
keterampilan dasae saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern
yang bersifat teknologis. Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada
pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat
(Sumantri, 1998 : 77). Dari uraian-uraian sebelumnya, jelaslah di sini bahwa
salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang
dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.
7.
Landasan Perkembangan
Masyarakat
Salah satu ciri dari masyarakat
adalah selalu berkembang.Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya
sangat lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat bahkan sangat cepat (Nana Sy.
Sukmadinata, 1998 : 66 ). Perkembangannya masyarakat dipengaruhi olehh falsafah
hidup, nilai-nilai, ipteks dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah
hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai sosial budaya agama
akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan
masyarakat. Ipteks mendukung perkembangan masyarakat dan kebutuhan masyarakat
akan membantu menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan
masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai. Untuk
menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka
diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa
perkembangan masyarakat itu sendiri.
D. Pendekatan
pengembangan kurikulum
Yang dimaksud dengan pendekatan
ialah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat serta
langkah-langkah pengmbangan yang sistematis untuk memperoleh kurikulum yang
lebih baik. Idi (2007:198) mendeskripsikan beberapa pendekatan yang telah
dikembangkan para ahli.
1. Pendekatan bidang
studi
Sebagai guru, anda mungkin perlu
bertanya pada diri sendiri, apa yang akan dilakukan sebelum menemui siswa di
kelas dalam proses belajar. Sebagai guru yang baik, anda pasti memikirkan
tentang bidang/mata pelajaran apa yang akan anda sajikan pada saat proses
belajar. Anda pasti telah mempersiapkan dengan baik pokok- pokok bahasan yang
berhubungan dengan studi atau mata pelajaran yang akan anda ajarkan. Inilah
yang dimaksud dengan pendekatan bidang studi atau pendekatan mata pelajaran.
Pendekatan ini biasanya membagi-bagi organisasi kurikulum berdasarkan bidang
studi yang akan diajarkan, seperti Matematika,Sains,Sejarah,Geografi, Bahasa
Indonesia, IPA, dan IPS (Nasution dalam Idi 2007:200).
Pengembangan kurikulum dalam
pendekatan ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
a.
Mengidentifikasi
pokok-pokok bahasan yang akan dipelajari.
b.
Merinci berbagai pokok
bahasan itu menjadi bahan-bahan pelajaran yang akan diajarkan
c. Mengidentifikasi dan
mengurutkan penglaman belajar serta keterampilan-keterampilan prasyarat (prerequisite) yang harus dimilki peserta
didik. Dengan demikian, anda dapat menyimpilkan bahwa pendekatan ini lebih
mengutamakan perencanaan program, penguasaan bahan, dan proses disiplin ilmu
tertentu.
Sebagai
bahan kajian, anda perlu meneliti kembali kurikulum yang pernah dipakai di
Indonesia mulai tahun 1975 sampai sekarang.Apakah anda dapat mengidentifikasi
kurikulum di Indonesia yang menggunakan pendekatan ini?Apabila dapat menjawab
pertanyaan ini, anda sebenarnya sudah dapat membedakan jenis-jenis kurikulum
yang pernah digunakan di Indonesia.
2. Pendekatan
berorientasi pada tujuan
Jika anda mengajar, pertanyaan pokok
yang muncul adalah “tujuan apa yang ingin dicapai melalui suatu pengajaran?”
Lebih jauh, pertanyaan tersebut bisa dikembangkan ke arah pertayaan mengenai
pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dimiliki siswa.
Apapun kegiatannya,”tujuan” selalu
menduduki posisi sentral. Dengan tujuan ini dapat diketahui arah dari suatu
kegiatan,tidak terkecuali kegiatan pembelajaran.Sebagai guru tentunya anda
mempunyai tujuan dalam mendidik siswa. Tujuan inilah yang akan memberi petunjuk
ke arah mana peserta didik tersebut akan dibawa.
Soebandiyah dalam Idi (2007,200)
menyebutkan empat kelebihan dari kurikulum yang berorientasi pada tujuan.
a.
Memberikan kejelasan
bagi penyusun kurikulum tentang apa yang ingin dicapai.
b.
Memberikan arah yang
jelas dalam menetapkan materi pelajaran,metode, jenis kegiatan, dan alat yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan.
dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.
Memberikan arah dalam
proses penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.
Memanfaatkan hasil penilaian
untuk membantu penyusun kurikulum dalam melakukan perbaikan yang diperlukan.
Merumuskan
suatu tujuan bukanlah pekerjaan yang sederhana.Diperlukan keahlian, pengalaman,
dan keterampilan yang mantap.
3. Pendekatan dengan
pola orientasi bahan
Pendekatan ini mencakup pola
pendekatan Subject Matter Curriculum,
Correlated Curriculum, dan Integrated Curriculum.
a.
Pendekatan pola mata
pelajaran (subject matter curriculum),
yang menekankan pada pemisahan mata pelajaran menjadi beberapa bagian,
misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung, dan sebagainya. Mata
pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
b.
Pendekatan dengan pola
korelasi (correlated curriculum),
yang mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang saling berhubungan. Misalnya, bidang studi
IPA dan IPS yang mengkombinasikan bebrapa bidang tertentu. Idi (2006, 201)
menyatakan bahwa pendekatan ini dapat ditinjau dari beebagai aspek, yaitu:
1)
Pendekatan struktur;
2)
Mata pelajaran IPS
,misalnya, yang terdiri atas Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi;
3)
Pendekatan fungsional;
4)
Masalah yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari;
5)
Pendekatan tempat atau
daerah; serta
6)
Pendekatan tempat atau
daerah ini menggunakan lokasi atau tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
c.
Pendekatan pola
integrasi (integrated curriculum), yang menerpadukan bagian-bagian menjadi
keseluruhan yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan itu tidak hnya sekedar
kumpulan dari bagian- bagian, tetapi keseluruhan yang mempunyai arti tertentu.
Sebatang pohon, misalnya, bukan hanya kumpulan dari akar, batang, ranting, dan
daun, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh,
yaitu pohon. Dalam konteks ini, mata pelajaran tidak diajarkan secara
terpisah-pisah, namun harus terjalin dalam satu keutuhan yang meniadakan batas
tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
4. Pendekatan
Rekonstruksionalisme
Pendekatan rekonstruksionalisme
disebut juta rekonstruksi sosial karena menempatkan masalah-masalah penting
yang dihadapi masyrakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan bencana yang
diakibatkan oleh penggunaan teknologi tertentu, dalam kurikulum.
Menurut Idi (2007:202), ada dua
kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda terhadap kurikulum ini. Pertama, Rekonstruksionalisme
konsevatif.Pendekatan ini menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada
peningkatan mutu kehidypan individu maupun masyarakat dengan mencari
penyelasaian masalah-masalah yang paling mendesak, yang dihadapi masyarakat.
Kedua,
rekonstruksionalisme radikal.Pendekatan ini menekankan agar pendidikan formal
maupun nonformal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan sosial baru
berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.Perlu
anda ketahui, kelompok rekonstruksionalisme radikal ini berpendapat bahwa
kurikulum yang hanya mencari pemecahan masalah sosial tidaklah
memadai.Rekonstruksi radiakal ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak
tatanan dan lembaga sosial yang ada untuk membangun struktur sosial baru.
5. Pendekatan
Humanistik
Pendekatan ini menempatkan peserta
didik pada posisi sentral ( student
centered) dan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan merupakan
bagian integral dari proses belajar. Siswa diaharapkan mampu mengembangkan
segala potensi yang dimiliki dengan selalu mengedepankan peran siswa di
sekolah. Para ahli sangat menekanakan pentingnya kesejahteraan mental dan
emosional siswa sebagai titik sentral dalam kurikulum sehingga proses belajar
dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta didiknya. Pengembangan
proses belajar ini diarahkan untuk mengembangkan minat , kebutuhan , dan
kemampuan anak (Soemantri dalam Idi,2007:203).
6. Pendekatan
akuntabilitas (accountability)
Akhir-akhir ini masalah
akuntabilitas atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat menjadi topik pembicaraan penting.Akuntabilitas yang
sistematis pertama kali diperkenalkan oleh Frederick Tylor dalam bidang
industri, pada permulaan abad ini.Pendekatannya yang dikenal sebagai scientifc management atau manajemen
ilmiah menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam
waktu tertentu.Setiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas
tersebut.
Sistem yang akuntabel memiliki
standar dan tujuan spesifik serta mengukur efektivitas suatu kegiatan dengan
mengukur taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.Gerkan ini mulai
dirasakan manfaatnya bagi dunia pendidikan ketika sebuah universitas di Amerika
Serikat dituntut untuk membuktikan keberhasilannya dalam mencapai standar yang
tinggi.Untuk memenuhi tuntutan itu, pengembang kurikulum mendesain tujuan
pelajaran yang dapat mengukur prestasi belajar siswa.Implikasinya, perguruan
tinggi menerapkan seleksi akademis yang ketat sebgaisyaratmemasukiuniversitas.
E. Model-Model
Pengembangan Kurikulum
Untuk melakukan
pengembagan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat
dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Model-model pengembangan kurikulum
tersebut sering kali dinamakan dengan nama ahli yang melontarkan gagasan
tentang model pengembangan kurikulum tersebut. Berikut ini akan diuraikan
tentang beberapa model pengembangan kurikulum.
1. Model Administratif (Line-Staff)
Model Administratif atau garis-komado (line-staff) merupakan
pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal (Zais,
1976 : 47; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 179). Model pengembangan urikulum
iniberdasarkan pada cara kerja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan,
termasuk perubahan kurikulum,
Pengembangan kurikulum dilaksanakan sebagai berikut:
a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat yang berwenang
(pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti)
b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah
yang diikuti.
c. Dibentuk beberapa anggota kerja yang anggotanya terdiri atas
spesialis kurikulum dan staf pengajar yang bertugas untuk merumuskan tujuan
khusus, GPBB, dan kegiatan belajar.
d. Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman
atau hasil dari try out.
e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah dan
telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2. Model Grass-Roots
Model penegmbangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model
administratif dilihat dari sumber inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum.
Bila model administratif semua inisiatid dan upaya pengembangan kurikulum dari
atas, maka model grass-roots semua
inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum dari bawah. Juga bisa dikatakan,
model administratif bersifat top-down
(atasan-bawahan) sedangkan model grass-roots
adalah bottom-up (dari bawah ke
atas).
Langkah-langkah
pelaksanaan model pengembangan kurikulum sebagai berikut:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari
orang tua didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya
diadakan lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.
3. Model Rogers
Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut Model
Relasi Interpersonal Roger (Rogers
Interpersonal Relation Model). Rogers lebih mementingkan kegiatan
pengembangan kurikulum daripada rancangan pengembangan kurikulum tertulis,
yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang
terpilih.
Adapun langkah-langkah dalam model Rogers sebagai berikut.
a. Diadakannya kelompok untuk mendapat hubungan interpersonal di
tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta saling tukar
pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi
dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih
sempurna. Yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik,
peserta didik dengan peserta didik dalam suasana yang akrab.
d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang
lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para peagawai administarasi dan
orang tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing
orang akan lebih akrab, sehingga memudahkan dalam pemecahan problem sekolah
yang dihadapi.
Dengan
langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis,
karena didasari oleh kenyataan yang diaharapkan.
4. Model Arah Terbalik (Taba’s Inverted Model)
Model arah terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data
induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum
didahului oleh konsep-konsp yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum
melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut terlebih dahulu mencari data dari
lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar
hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi,
menemukan penilaian,memperhatikan luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah
suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try
out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
5. Model Action Research yang Sistematis
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan
kurikulum merupakan perubahan sosial. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam penyusunan kurikulum ini yaitu adanya hubungan antara manusia, keadaan
organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Adanya problem proses belajar mengajar yang perlu diteliti.
b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligurs dicari
pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan
dengan masalah yang timbul tersebut.
c. Melaksanakan putusan yang telah diambil.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kurikulum merupakan
salah satu komponen yang memiliki peran yang sangat penting. Landasan
pengembangan kurikulum seperti sebuah pondasi bangunan. Persoalan mengembangkan
isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu
proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus
berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan
menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai keutuhan
masyarakat.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah
ini, tentu banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DaftarPustaka
Chamisijiatin,
Lise, dkk. 2009. Pengembangan Kurikulum
SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Dakir. 2004. Perencanaandan Pengembangan Kurikulum.
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Idi, Abdullah. 2011.
Pengembangan Kurikulum:Teori & Praktik.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sukmadinata, Nana
Syaodih. 1999. Pengembangan Kurikulum:Teori
& Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yulaelawati, Ella. 2009. Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Karya.
No comments:
Write comments