Thursday 2 November 2017

MOTIVASI BELAJAR SISWA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

   Ada berbagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa, salah satunya adalah motivasi siswa dalam belajar. Faktor ini seringkali dipandang sebagai faktor yang cukup dominan. Meski memang juga faktor intelegensi dan bakat merupakan modal utama dalam usaha mencapai prestasi belajar, namun keduanya tidak akan banyak berarti apabila siswa sebagai individu tidak memiliki motivasi untuk berprestasi sebaik-baiknya.
   Setiap aktivitas manusia pada umumnya dilandasi oleh adanya keinginan, adanya dorongan untuk mencapai tujuan atau terpenuhinya kebutuhan. Adanya daya dorong ataupun keinginan ini lah yang disebut dengan motivasi. Menurut istilah terminologi, motivasi dinyatakan sebagai suatu kebutuhan, keinginan, gerak hati, naluri, dan dorongan, yaitu yang memaksa organisme untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan. Petri (1981) menggambarkan motivasi sebagai kekuatan yang bertindak pada organisme yang mendorong dan mengarahkan perilakunya. Mc Donald menyatakan bahwa motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992). Morgan dkk. (1986) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang menggerakkan dan mendorong terjadinya perilaku yang diarahkan pada tujuan tertentu. Eggen dan Kauchak (1997) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang memberi energi, menjaga kelangsungannya, dan mengarahkan perilaku terhadap tujuan. Dalam arti yang lebih luas, motivasi diartikan sebagai pengaruh dari energi dan arahan terhadap perilaku yang meliputi kebutuhan, minat, sikap, nilai, aspirasi, dan perangsang (incentives). Kebutuhan dan dorongan untuk memuaskan kebutuhan tersebut merupakan sumber utama motivasi (Gage dan Berliner, 1984). Berdasarkan beberapa pengertian motivasi di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa motovasi adalah daya dorong atau suatu pendorong yang membuat seseorang melakukan aktivitas nyata untuk mencapai suatu tujuan.
  Ada dua aspek yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu:
  1. Internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa.
  2. Eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Dalam faktor internal, ada dua aspek yang mempengaruhi yaitu aspek jasmaniah dan aspek rohaniah, yang mana keduanya ini saling berkaitan dalam mempengaruhi motivasi belajar siswa. Pada aspek jasmaniah ini mencakup kondisi kesehatan jasmani siswa. Keadaan jasmani berpengaruh terhadap kesiapan siswa untuk belajar. Siswa yang jasmaninya sehat dan bugar akan siap dan aktif dalam belajar, sebaliknya prang yang jasmaninya sedang sakit, lelah, atau lesu akan mengalami kesulitan dalam mengikuti aktivitas belajar. Kemudian aspek rohaniah. Aspek rohaniah juga tidak kalah penting dalam belajar. Orang yang sehat rihaninya adalah orang merasakan kebahagiaan, ketengan, dan kenyamanan dalam hatinya, terbebas dari tekanan batin, gangguan perasaan, gangguan mental seperti stress dan frustasi. Orang yang hatinya tenang dan nyaman tentu akan lebih bersemangat, lebih terdorong untuk belajar. Kedua aspek ini memiliki keterkaitan dalam mempenhgaruhi belajar siswa, keduanya harus lah terpenuhi. Apabila salah satu dari aspek tersebut tidak terpenuhi, maka minat belajar siswa tidak akan optimal dan hasil belajarnya pun tidak akan maksimal. Misalnya pada saat siswa sedang sakit, dia akan mengalami kesulitan dalam belajar meskipun tidak ada masalah yang mengganggu hatinya, sebaliknya pada saat jasmani siswa sehat, tetapi dia sedang mengalami masalah-masalah yang mengganggu ketenangan hatinya, dia akan kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu, kedua aspek jasmaniah dan rohaniah ini sangat penting bagi siswa. Pada faktor eksternal, yang berperan adalah lingkungan sekitar siswa, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Wednesday 26 July 2017

Ternyata Begini Hubungan Antara Filsafat, Teori Pendidikan dan Praktek Pendidikan



   Filsafat Pendidikan adalah  upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat diterapkan dalam kehidupannya. Sehingga filsafat pendidikan suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" sebagai dasarnya.
  Teori Pendidikan adalah suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana sesuatu terjadi dan atau digunakan dalam proses belajar mengajar.Mengapa kita harus mempelajari teori pendidikan? Jawabnya antara lain karena yang kita hadapi dalam pendidikan adalah manusia. Berbicara tentang manusia akan menyangkut harkat, derajat, martabat, dan hak asasinya. Perbuatan mendidik bukan merupakan perbuatan serampangan, melainkan suatu perbuatan yang harus betul-betul didasari dan disadari dalam rangka membimbing manusia pada suatu tujuan yang akan dicapai. Adapun hubungan antara filsafat, teori, dan praktek pendidikan adalah:

   Praktik Pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Antara filsafat dan teori pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan keduanya hanya  dapat dibedakan tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara keduanya demikian erat sehingga kadang-kadang filsafat pendidikan disebut teori pendidikan, demikian pula sebaliknya. Diantaranya Filsafat pendidikan memberikan pandangan-pandangan filsafiahnya kepada teori pendidikan, khususnya pandangannya tentang manusia, peserta didik, tujuan pendidikan, dan bagaimana seharusnya belajar dan Teori pendidikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sering menemui masalah-masalah yang membutuhkan bantuan filsafat pendidikan. Kadang-kadang pandangan filsafat pendidikan dapat mengubah teori pendidikan itu sendiri. Dari penjelasan tersebut bisa kita lihat hubungan yang sangat erat antara keduanya yang saling mempengaruhi.
  Di samping memiliki hubungan yang erat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut disebabkab oleh karena filsafat pendidikan maupun teori pendidikan memiliki objek, metode, dan sistematika yang berbeda. Di antaranya jika objek filsafat pendidikan adalah perenungan filosofis tentang masalah-masalah pendidikan, maka objek teori pendidikan adalah situasis pendidikan itu sendiri yang muncul secara jelas relasi antara pendidik dengan peserta didik. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa, meskipun keduanya memiliki hubungan juga memiliki perbedaan.

  Selanjutnya, hubungan antara teori pendidikan dan praktek pendidikan juga sangat erat. Di antaranya teori atau ilmu pendidikan teoretis sebagai penjabara dari filsafat pendidikan melahirkan ilmu pendidikan yang praktis, dan teori atau ilmu pendidikan praktis menjadi panduan dalam kegiatan pendidikan langsung terutama kegiatan mendidik. Dari penjelasan tersebut dapat kita artikan teori atau ilmu pendidikan merupakan suatu informasi tentang pendidikan dan praktek pendidikan adalah kinerja atau kegiatan pendidikan. Hubungan keduanya adalah saling berkaitan dimana dalam proses transformasi ilmu diperlukan sebuah kegiatan dalam menyampaikannya. Sebuah ilmu tidak akan serta-merta masuk dalam pikiran seseorang tanpa seseorang yang menyampaikannya. Sehingga teori pendidikan berkaitan dengan bagaimana sebuah proses pendidikan berlangsung, dan bagaimana pengembangannya.
  1. Filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang telah dikembangkan harus mempunyai relevansi dengan kehidupan realistis agar filsafat dan teori pendidikan tersebut dapat diterapkan dalam praktek pendidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang berkembang dalam masyarakat.
  2. Teori pendidikan yang terbentuk baik berupa konsep,ide, analisis dan  kesimpulan bagi praktik pendidikan terdapat pada dasar kajian filsafat pendidikan.
  3. Dasar-dasar pemikiran dari filsafat pendidikan yang kemudian diturunkan pada teori pendidikanberupaya untuk direalisasikan dalam praktik pendidikan untuk menghasilkan generasi-generasi baru yang berkepribadian dan yang dicita-citakan.
  4. Filsafat pendidikan banyak berperan dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi dalam pembentukan teori maupun praktik pendidikan dalam dunia nyata.
Jadi, ketiga hal tersebut merupakan tiga serangkai yang hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa filsafat melahirkan teori, kemudian teori dipakai atau diterapkan dalam praktek. Dapat pula terjadi hal sebaliknya, bahwa praktek pendidikan akan melahirkan teori pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, ketiganya memiliki keterkaitan silaturrami yang erat.




Sumber : Modul Filsafat

Saturday 22 July 2017

MENGESANKAN !!! Tukang servis speaker kampung memilki pengahsilan BESAR. Ternyata dia melakukan ini dalam hidupnya.

Di kampung tempat penulis tinggal, ada terdapat seorang lelaki yang baru saja menikah dan mempunyai penghasilan bersih mencapai jutaan rupiah per bulannya sebut saja namanya Hadiyat (nama samaran). Kalian para pembaca pasti bertanya-tanya apa sih pekerjaan lelaki tersebut? Apa profesinya sehingga sukses berpenghasilan bersih jutaan per bulannya? Ternyata Hadiyat bukanlah seorang pedagang besar, bukan pula pegawai negeri, bukan pula bekerja di tambang batu bara atau tambang lainnya. Hadiyat memperoleh penghasilannya dari keahlian ataupun kebisaan yang dimilikinya. Apa itu? Silahkan baca baik-baik ya.

Hadiyat adalah seorang lelaki yang berumur kurang lebih 29 tahun. Dia baru saja menikah dan masih menunggu kelahiran anak pertamanya. Hadiyat tinggal di daerah yang 100% warga masyarakatnya adalah penganut agama Islam. Setelah menikah, dia memiliki penghasilan yang makin besar hingga jutaan rupiah per bulannya. Dia mempunyai keahlian di bidang service speaker, merakit speaker dan alat-alat lainnya untuk menciptakan sound system yang memiliki suara bagus. Biasanya dia diminta untuk merakit sound system untuk grup sholawat yang ada di daerah tempat dia tinggal. Selain itu dia juga sering diminta untuk memperbaiki sound system yang sedang bermasalah di majelis-majelis dan di mushola. Hasil dari pekerjaannya pun telah banyak dikenal dan dinilai orang bagus. Dia biasanya tidak ada mematok harga atau upah dari pekerjaannya itu dan hanya meminta dari keikhlasan orang untuk memberinya bayaran. Karena dia tahu bahwa pekerjaannya itu untuk kepentingan positif di masrayakat dan terlebih lagi berkaitan dengan keagamaan seperti habsy dan majelis ta'lim. Akan tetapi kita semua pasti bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang Hadiyat dapat memperoleh penghasilan yang besar setiap bulannya? Sedangkan dia pun tidak menargetkan berapa upah yang harus diberikan kepadanya. Setelah ditelusuri dan ditanyakan kepada Hadiyat bagaimana dia bisa memperoleh penghasilan jutaan rupiah setiap bulannya ternyata dia memiliki usaha lain yaitu dia memiliki usaha bengkel kendaraan di perkotaan. Nah, ternyata Hadiyat dari usaha itulah dia memperoleh penghasilan yang banyak. Kita tahu bahwa kebutuhan manusia akan kendaraan tidak akan ada matinya malah makin bertambah sehingga kebutuhan orang-orang untuk melakukan servis kendaraan juga semakin meningkat. Hadiyat ternyata juga memiliki keahlian dalam servis kendaraan.
Demikian artikel tentang cerita Hadiyat, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.

Friday 31 March 2017

Makalah Tentang Landasan dan Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kurikulum memiliki peranan yang penting dalam dunia pendidikan.Pendidikan takkan lepas dari kurikulum, karena kurikulum mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.Oleh karena itu, besar pengaruh kurikulum terhadap hasil pendidikan.Hasil pendidikan yang baik tentu berasal dari kurikulum yang baik pula. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang mendukung tercapainya tujuan dan hasil pendidikan yang maksimal yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
            Pendidikan merupakan hal yang paling penting pada suatu bangsa, karena melalui pendidikan akan dihasilkan generasi penerus bangsa yang mana akan menentukan nasib bangsa itu sendiri di masa yang akan datang. Generasi penerus bangsa yang baik tentu dihasilkan dari pendidikan yang baik pula pada bangsa itu sendiri.Oleh karena itu, diperlukan kurikulum yang baik dan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut sebagai jalan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu tentu berpengaruh terhadap pendidikan dalam suatu bangsa, karena pendidikan harus disesuaikan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa, kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentunya juga penyesuaian tersebut harus sesuai dengan cita-cita bangsa itu sendiri. Dalam mengembangkan kurikulum tentu tidak sembarangan, harus melalui tahapan-tahapan tertentu dengan berpedoman pada landasan-landasan pengembangan kurikulum, melalui pendekatan dan model pengembangan kurikulum. Pada makalah ini, kami dari kelompok 2 selaku penulis akan membahas mengenai landasan dan pendekatan pengembangan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Apa pengertian kurikulum?
  1. Apa itu pengembangan kurikulum?
  2. Apa saja landasan pengembangan kurikulum?
  3. Apa saja pendekatan pengembangan kurikulum?
  4. Apa saja model pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui apa pengertian kurikulum.
  2. Untuk mengetahui apa itu pengembangan kurikulum.
  3. Untuk mengetahui apa saja landasan pengembangan kurikulum.
  4. Untuk mengetahui apa saja pendekatan pengembangan kurikulum.
  5. Untuk mengetahui apa saja model pengembangan kurikulum.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurukulum
  1. Tyler (1945)
Pandangan klasik dalam penyusunan kurukulum yang masih digunakan sampai saat ini adalah rasional Tyler (1945) yang mengemukakan pertanyaan sebab akibat yang meliputi:
1.      Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai di sekolah?
2.      Pengalaman pendidikan apakah yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut?
3.      Bagaimana pengalaman pendidikan ini dapat dikelola secara efektif?
4.      Bagaimana kita dapat menentukan bahwa tujuan pendidikan ini telah dicapai?

(Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction 1945)
Pemikiran Tyler ini sangat linear dan udah diikuti. Tujuan sangat di pentingkan dalam penyusunan kurikulum. Dengan menentukan tujuan akan mudah bagi siapa pun untuk dapat melaksanakan perwujudan tujuan tersebut dan kemudian melakukan penilaian sejauh mana tujuan tersebut telah dicapai.
Apabila tujuan telah di tentukan, kemudian di pertanyakan bagaimana pengalaman pengalaman belajar di rancang agar dapat dilaksanakan. Tentu dalam melaksanakan pengalaman belajar perlu pula dilakukan pengelolaan atau pengaturan kegiatan belajarnya agar dapat lebih efektif. Selanjutnya kegiatan penilaian pun sangat dipentingkan dalam pemikiran Tyler. Penilaian dapat langsung memperbaiki tujuan pembelajaran atau secara bertahap menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran, rancangan pengalaman belajar, untuk kemudian menyempurnakan tujuan kurikulum.
  1. Hilda Taba (1962)
Kurikulum memuat:
1.      Pernyataan tujuan,
2.      Menunjukan pemilihan dan pengorganisasian substansi, memanifestasikan pola belajar mengajar, serta
3.      Memuat program penilaian hasil belajar
Menurut taba (1962) kurukulum, pembelajaran, dan pengembangan kepribadian tidak dapat diwujudkan secara linear seperti pencapaian tujuan yang ditentukan oleh yang berwenang.
  1. Schubert (1986)         
Menurut Schubert (1986)pemahaman tentang kurikulum merentang dari pemahaman sederhana kurikulum sebagai mata pelajaran, ke kurikulum sebagai kecakapan hidup.
Kurikulum sebagai mata pelajaran merupakan pemahaman yang menghubungkan kurikulum dengan daftar mata pelajaran yang di ajarkan. Kurikulum sebagai progam kegiatan yang direncanakan artinya perencanaan ruang lingkup, urutan, keseimbangan mata pelajaran,tekhnik mengajar, cara-cara memotivasi siswa, dan hal-hal yang dapat direncanakan sebelumnya dalam pembelajaran.
Kurikulum sebagai hasil belajar yang bertujuan untuk memberikan fokus hasil belajar yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kurikulum sebagai reproduksi kebudayaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimana pemerintah menuntut para pendidik untuk membangun generasi yang mempunyai peradaban dan martabat yang tinggi,bertahan, berdaya saing,serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Kurikulum sebagai tugas dan konsep, atau merupakan agenda untuk rekonstruksi sosial, dan merupakan interpretasi kecakapan hidup dijelaskan oleh Schubert (1986) dalam bukuya Curriculum, Prespective, Paradigm, and Possibility
  1. Ornstein dan Hunkins (1988)
Mereka menekankan pentingnya mencermati pendekatan kurikulum sebagai suatu sistem yang menyeluruh yang meliputi filosofi, teori, dan pelaksanaannya. Sistem ini mencakup sistem behavioral rasional, manajerial, intelektual-akademik, humanistik-estetik, dan ekonseptualisasi.
  1. Layton (1989)
Menurut Layton (1989) kurikulum dipengaruhi sistem sosial politik, ekonomi, rasional, tekhnologi, moral, keagamaan, dan sistem keindahan.
  1. Cornbleth (1990)
Cornbleth (1990) menekankan pentingnya pendekatan kontekstual yang berpengaruh pada proses interaksi antar peserta didik, guru, pengetahuan, dan lingkungan.
  1. Zais (1976)
Kata “kurikulum” berasal dari satu kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum disekolah di sajikan seperti itu (ibarat jalan)bagi kebanyakan orang.
Dengan demikian, kurikulum merupakan sebuah progam kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, serta membangun peserta didik yang mampu berdaya saing tinggi dan dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman.
B. Pengembangan Kurikulum
            Mengenai pengembangan kurikulum, Oliva (1992: 26) menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitan dengan perubahan dan perbaikan pada kurikulum yang meliputi tahap  permulaan, penerapan dan tahap evaluasi. Masih menurut Oliva, peningkatan kurikulum lebih mengacu pada hasil dari pengembangan kurikulum. Tahapan-tahapan pengembangan kurikulum sebagaimana dijelaskan oleh Oliva (1992: 26) adalah sebagai berikut:
    1.      Tahap perencanaan. Langkah awal dalam pengembangan kurikulum ini diisi dengan tahapan berpikir, pengambilan keputusan dan pengambilan langkah tindakan.
   2.      Tahap penerapan. Tahapan ini merupakan pelaksanaan atau tindakan, yakni mengenai bagaimana kurikulum itu harus disampaikan kepada sasaran atau siswa.
    3.      Tahap evaluasi. Langkah akhir dalam pengembangan kurikulum ini mengandung pelaksanaan berupa menilai dan melihat keberhasilan pengembangan kurikukum terhadap siswa. Atas hasil penilaian dan pengamatan itulah diputuskan perlu atau tidaknya melakukan revisi.
C. Landasan Pengembangan Kurikulum
            Landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai, tradisi, kepercayaan dan kekuatan lain yang berpengaruh terhadap bentuk dan kualitas pendidikan yang akan diberikan sekolah kepada peserta didik. Landasan tersebut dapat berupa filosofis, psikologis, sosiologisdan historis. Keempat landasan tersebut memuat ide-ide, tingkah laku, prinsip, kepercayaan dan kekuatan lain yang mempengaruhi, dan bahkan menentukan materi atau pengalaman belajar, serta organisasi kurikulum sekolah. Berikut landasan pengembangan kurikulum:
     1.      Landasan Filosofis
            Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup orang, masayarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pendidikan, pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan diselenggarakan melalui pendidikan(dalam arti seluas-luasnya) (Raka Joni, 1983:6). Segala kehendak yang dimilki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan.Dengan demikian, pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai  kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1998:13). Oleh karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah habitat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan sistem pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Perbedaan tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum di Indonesia secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni Pancasila,
            Pandangan hidup orang dan bangsa Indonesia adalah Pancasila.Oleh karena itu, sistem nilai yang harus dipegang oleh seluruh jenis dan jenjang sekolah Indonesia adalah Pancasila. Karena itu, kaidah dan norma sosial yang melandasi kurikulum sekolah adalah Pancasila.
            Sekolah di Indonesia haruslah diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang Pancasilais. Untuk itu, guru harus menjabarkan kurikulum menjadi rencana pelaksanaan kurikulum dalam proses belajar sesuai dengan nilai-nilai kehidupan Pancasila. Mengajar, belajar dan kurikulum saling berkaitan dalam pekerjaan seorang guru.Kesemua itu harus mengacu pada Pancasila.Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam filsafat negara kita sehingga setiap keputusan yang dibuatnya dalam melakukan tugas mengajarnya harus sesuai dengan filsafat bangsa kita.Sedangkan keputusan-keputusan yang dikaitkan dengan metode mengajar seperti materi, organisasi materi dan pengalaman belajar serta sistem evaluasinya diwarnai oleh filsafat pendidikan yang dianutnya, selagi semua itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
     2.      Landasan Psikologis
            Landasan psikologis berkaitan dengan cara peserta didik belajar dan faktor apa yang dapat menghambat kemajuan belajar mereka. Selain itu, psikologi memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar dan mengajar dan tingkat-tingkat pengembangan peserta didik. Dengan demikian, psikologi memberikan landasan kepada guru untuk memahami teori dan prinsip belajar, serta teori dan prinsip mengenai proses belajar pada berbagai tingkat perkembangan kehidupan peseta didik. Dengan perkataan lain, psikologi memberikan pemahaman tentang bagaimana manusia belajar, dalam kondisi apa proses belajar berlangsung, faktor apa yang dapat menghambat kemajuan belajar peserta didik, serta faktor apa yang mendorong mereka belajar.
            Kurikulum pada dasarnya disusun agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kurikulum pada dasarnya disusun dengan memperhatikan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis peserta didik yang bersangkutan akan menghasilkan kurikulum yang efektif. Ini berarti bahwa kurikulum dan pengajaran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan peserta didik sebagai peserta utama dalam proses belajar-mengajar akan lebih meningkatkan keberhasilan kurikulum daripada kurikulum yang mengabaikan faktor psikologis peserta didik.


     3.      Landasan Sosial-Budaya-Agama
            Realitas sosial-budaya-agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda (Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983 : 5). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada taraf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 : 5). Kebersamaan individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi di antara mereka.Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati oleh individu-individu dalam nilai sosial budaya.Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh karena nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepercayaanya (Raka Joni, 1983 : 5). Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila terdapat nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau tidak bersesuaian dengan akalnya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial-budaya lebih bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan.Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan, pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.Jelas kiranya bagi kita, mengapa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
     4.      Landasan Historis
            Landasan historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada eaktu lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu sat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu. Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah dicapai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang ada sekarang waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.
     5.      Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
            Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat (Raka Joni, 1983 : 25). Perubahan masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut.Sedangkan seluruh nilai yang telah disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1976 : 157). Namun demikian, menurut Daoed Joesoef (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu pikiran (logika), perasaan (estetika) dan kemauan (etika). Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika.Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuann, teknologi dan seni.Nana Sy. Sukmadinata (1998 : 82) menggunakan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi atau materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
     6.      Landasan Kebutuhan Masyarakat
            Adanya falsafah hidup, perubahan ipteks dalam suatu masyarakat akan merubah pula kebutuhan masyarakat. Selain itu, kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Raka Joni (1998 : 7) bahwa masyarakat modern dan masyarakat tradisional berbeda, juga masyarakat kota berbeda dengan masyarakat pedesaan. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan yang masyarakat yang lain sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasae saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis. Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat (Sumantri, 1998 : 77). Dari uraian-uraian sebelumnya, jelaslah di sini bahwa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.
     7.      Landasan Perkembangan Masyarakat
            Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang.Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat bahkan sangat cepat (Nana Sy. Sukmadinata, 1998 : 66 ). Perkembangannya masyarakat dipengaruhi olehh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat. Ipteks mendukung perkembangan masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat  itu sendiri.

D. Pendekatan pengembangan kurikulum
            Yang dimaksud dengan pendekatan ialah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat serta langkah-langkah pengmbangan yang sistematis untuk memperoleh kurikulum yang lebih baik. Idi (2007:198) mendeskripsikan beberapa pendekatan yang telah dikembangkan para ahli.
1. Pendekatan bidang studi
            Sebagai guru, anda mungkin perlu bertanya pada diri sendiri, apa yang akan dilakukan sebelum menemui siswa di kelas dalam proses belajar. Sebagai guru yang baik, anda pasti memikirkan tentang bidang/mata pelajaran apa yang akan anda sajikan pada saat proses belajar. Anda pasti telah mempersiapkan dengan baik pokok- pokok bahasan yang berhubungan dengan studi atau mata pelajaran yang akan anda ajarkan. Inilah yang dimaksud dengan pendekatan bidang studi atau pendekatan mata pelajaran. Pendekatan ini biasanya membagi-bagi organisasi kurikulum berdasarkan bidang studi yang akan diajarkan, seperti Matematika,Sains,Sejarah,Geografi, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS (Nasution dalam Idi 2007:200).
            Pengembangan kurikulum dalam pendekatan ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
       a.       Mengidentifikasi pokok-pokok bahasan yang akan dipelajari.
       b.      Merinci berbagai pokok bahasan itu menjadi bahan-bahan pelajaran yang akan diajarkan
   c.  Mengidentifikasi dan mengurutkan penglaman belajar serta keterampilan-keterampilan prasyarat (prerequisite) yang harus dimilki peserta didik. Dengan demikian, anda dapat menyimpilkan bahwa pendekatan ini lebih mengutamakan perencanaan program, penguasaan bahan, dan proses disiplin ilmu tertentu.
Sebagai bahan kajian, anda perlu meneliti kembali kurikulum yang pernah dipakai di Indonesia mulai tahun 1975 sampai sekarang.Apakah anda dapat mengidentifikasi kurikulum di Indonesia yang menggunakan pendekatan ini?Apabila dapat menjawab pertanyaan ini, anda sebenarnya sudah dapat membedakan jenis-jenis kurikulum yang pernah digunakan di Indonesia.
2. Pendekatan berorientasi pada tujuan
Jika anda mengajar, pertanyaan pokok yang muncul adalah “tujuan apa yang ingin dicapai melalui suatu pengajaran?” Lebih jauh, pertanyaan tersebut bisa dikembangkan ke arah pertayaan mengenai pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dimiliki siswa.
Apapun kegiatannya,”tujuan” selalu menduduki posisi sentral. Dengan tujuan ini dapat diketahui arah dari suatu kegiatan,tidak terkecuali kegiatan pembelajaran.Sebagai guru tentunya anda mempunyai tujuan dalam mendidik siswa. Tujuan inilah yang akan memberi petunjuk ke arah mana peserta didik tersebut akan dibawa.
Soebandiyah dalam Idi (2007,200) menyebutkan empat kelebihan dari kurikulum yang berorientasi pada tujuan.
       a.       Memberikan kejelasan bagi penyusun kurikulum tentang apa yang ingin dicapai.
       b.      Memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi pelajaran,metode, jenis kegiatan, dan alat yang
             dipergunakan untuk mencapai tujuan.
      c.       Memberikan arah dalam proses penilaian terhadap hasil yang dicapai.
      d.      Memanfaatkan hasil penilaian untuk membantu penyusun kurikulum dalam melakukan perbaikan yang diperlukan.
Merumuskan suatu tujuan bukanlah pekerjaan yang sederhana.Diperlukan keahlian, pengalaman, dan keterampilan yang mantap.
3. Pendekatan dengan pola orientasi bahan
            Pendekatan ini mencakup pola pendekatan Subject Matter Curriculum, Correlated Curriculum, dan Integrated Curriculum.
        a.       Pendekatan pola mata pelajaran (subject matter curriculum), yang menekankan pada pemisahan mata pelajaran menjadi beberapa bagian, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung, dan sebagainya. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
       b.      Pendekatan dengan pola korelasi (correlated curriculum), yang mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan)  yang saling berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA dan IPS yang mengkombinasikan bebrapa bidang tertentu. Idi (2006, 201) menyatakan bahwa pendekatan ini dapat ditinjau dari beebagai aspek, yaitu:
1)      Pendekatan struktur;
2)      Mata pelajaran IPS ,misalnya, yang terdiri atas Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi;
3)      Pendekatan fungsional;
4)      Masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari;
5)      Pendekatan tempat atau daerah; serta
6)      Pendekatan tempat atau daerah ini menggunakan lokasi atau tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
       c.       Pendekatan pola integrasi (integrated curriculum),  yang menerpadukan bagian-bagian menjadi keseluruhan yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan itu tidak hnya sekedar kumpulan dari bagian- bagian, tetapi keseluruhan yang mempunyai arti tertentu. Sebatang pohon, misalnya, bukan hanya kumpulan dari akar, batang, ranting, dan daun, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon. Dalam konteks ini, mata pelajaran tidak diajarkan secara terpisah-pisah, namun harus terjalin dalam satu keutuhan yang meniadakan batas tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
4. Pendekatan Rekonstruksionalisme
            Pendekatan rekonstruksionalisme disebut juta rekonstruksi sosial karena menempatkan masalah-masalah penting yang dihadapi masyrakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan bencana yang diakibatkan oleh penggunaan teknologi tertentu, dalam kurikulum.
            Menurut Idi (2007:202), ada dua kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda terhadap kurikulum ini. Pertama, Rekonstruksionalisme konsevatif.Pendekatan ini menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidypan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelasaian masalah-masalah yang paling mendesak, yang dihadapi masyarakat.
            Kedua, rekonstruksionalisme radikal.Pendekatan ini menekankan agar pendidikan formal maupun nonformal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.Perlu anda ketahui, kelompok rekonstruksionalisme radikal ini berpendapat bahwa kurikulum yang hanya mencari pemecahan masalah sosial tidaklah memadai.Rekonstruksi radiakal ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tatanan dan lembaga sosial yang ada untuk membangun struktur sosial baru.
5. Pendekatan Humanistik
            Pendekatan ini menempatkan peserta didik pada posisi sentral ( student centered) dan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan merupakan bagian integral dari proses belajar. Siswa diaharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimiliki dengan selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Para ahli sangat menekanakan pentingnya kesejahteraan mental dan emosional siswa sebagai titik sentral dalam kurikulum sehingga proses belajar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta didiknya. Pengembangan proses belajar ini diarahkan untuk mengembangkan minat , kebutuhan , dan kemampuan anak (Soemantri dalam Idi,2007:203).
6. Pendekatan akuntabilitas (accountability)
            Akhir-akhir ini masalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat menjadi topik pembicaraan penting.Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan oleh Frederick Tylor dalam bidang industri, pada permulaan abad ini.Pendekatannya yang dikenal sebagai scientifc management atau manajemen ilmiah menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.Setiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas tersebut.
            Sistem yang akuntabel memiliki standar dan tujuan spesifik serta mengukur efektivitas suatu kegiatan dengan mengukur taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.Gerkan ini mulai dirasakan manfaatnya bagi dunia pendidikan ketika sebuah universitas di Amerika Serikat dituntut untuk membuktikan keberhasilannya dalam mencapai standar yang tinggi.Untuk memenuhi tuntutan itu, pengembang kurikulum mendesain tujuan pelajaran yang dapat mengukur prestasi belajar siswa.Implikasinya, perguruan tinggi menerapkan seleksi akademis yang ketat sebgaisyaratmemasukiuniversitas.
E. Model-Model Pengembangan Kurikulum
            Untuk melakukan pengembagan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Model-model pengembangan kurikulum tersebut sering kali dinamakan dengan nama ahli yang melontarkan gagasan tentang model pengembangan kurikulum tersebut. Berikut ini akan diuraikan tentang beberapa model pengembangan kurikulum.
1.      Model Administratif (Line-Staff)
Model Administratif atau garis-komado (line-staff) merupakan pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal (Zais, 1976 : 47; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 179). Model pengembangan urikulum iniberdasarkan pada cara kerja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan, termasuk perubahan kurikulum,
Pengembangan kurikulum dilaksanakan sebagai berikut:
a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat yang berwenang (pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti)
b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c. Dibentuk beberapa anggota kerja yang anggotanya terdiri atas spesialis kurikulum dan staf pengajar yang bertugas untuk merumuskan tujuan khusus, GPBB, dan kegiatan belajar.
d. Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out.
e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah dan telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2.      Model Grass-Roots
Model penegmbangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administratif dilihat dari sumber inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum. Bila model administratif semua inisiatid dan upaya pengembangan kurikulum dari atas, maka model grass-roots semua inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum dari bawah. Juga bisa dikatakan, model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan) sedangkan model grass-roots adalah bottom-up (dari bawah ke atas).
            Langkah-langkah pelaksanaan model pengembangan kurikulum sebagai berikut:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.
3.      Model Rogers
Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut Model Relasi Interpersonal Roger (Rogers Interpersonal Relation Model). Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rancangan pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang terpilih.
Adapun langkah-langkah dalam model Rogers sebagai berikut.
a. Diadakannya kelompok untuk mendapat hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta saling tukar pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasana yang akrab.
d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para peagawai administarasi dan orang tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing orang akan lebih akrab, sehingga memudahkan dalam pemecahan problem sekolah yang dihadapi.
            Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis, karena didasari oleh kenyataan yang diaharapkan.
4.      Model Arah Terbalik (Taba’s Inverted Model)
Model arah terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsp yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian,memperhatikan luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
5.      Model Action Research yang Sistematis
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum ini yaitu adanya hubungan antara manusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Adanya problem proses belajar mengajar yang perlu diteliti.
b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligurs dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.
c. Melaksanakan putusan yang telah diambil.






BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran yang sangat penting. Landasan pengembangan kurikulum seperti sebuah pondasi bangunan. Persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai keutuhan masyarakat.
B. SARAN
            Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
           
DaftarPustaka

Chamisijiatin, Lise, dkk. 2009. Pengembangan Kurikulum SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Dakir. 2004. Perencanaandan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Idi, Abdullah. 2011. Pengembangan Kurikulum:Teori & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1999. Pengembangan Kurikulum:Teori & Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yulaelawati, Ella. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Karya.